Infokimia.com - Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat membuat para ilmuan berlomba-lomba menciptakan penemuan baru untuk mendukung aktivitas manusia. Penemuan baru tersebut umumnya dikembangkan melalui pengolahan limbah menjadi barang yang dapat dipergunakan kembali dan memiliki mutu yang tinggi.
Salah satu penemuan terbaru saat ini
adalah pembuatan batu bata yang ramah lingkungan dari air kencing (urine)
manusia. Riset tersebut dilakukan oleh Dyllon Randal dari Cape Town University
dan kemudian diberi nama "Bio-Bata". Pembuatan bio bata
dilakukan dengan mencampur pasir dan bakteri pemecah urea dalam urin (urase).
Pencampuran pasir, urin dan bakteri menghasilkan kalsium karbonat (batu
kapur).
Proses yang terjadi dalam pembuatan
Bio-Bata dalam proses presipitasi karbonat mikrobial. Proses tersebut sama
halnya dengan proses pembentukan batu karang di dalam laut.
Keunggulan Bio-Bata dibandingkan batu bata konvensional
Keunggulan Bio-Bata adalah kekuatan
(daya tahan) yang dapat diatur. pengaturan tersebut dilakukan dengan variasi
waktu bakteri dibiarkan tumbuh. Semakin lama bakteri dibiarkan tumbuh
maka akan menghasilkan semen yang lebih banyak. sehingga semakin kuat produk
bio-bata yang dihasilkan.
Pembuatan batu bata pada umumnya
dilakukan dengan pembakaran pada suhu 1.400 derajat celcius dengan menggunakan
alat pengeringan. Pembakaran tersebut menimbukan efek samping meningkatkannya
karbon dioksida di udara sehingga menjadi permasalahan lingkungan. Sedangkan
proses pembuatan bio-bata dengan air kencing menghasilkan limbah nol,
dikarenakan luaran dari proses tersebut adalah unsur nitrogen dan kalium yang
dapat digunakan sebagai pupuk komersil.
Penggunaan limbah organik air
kencing sebagai bahan baku pembuatan batu bata memiliki manfaat yang besar
untuk sektor kontruksi. Hal tersebut dikarenakan bahan yang digunakan mudah
diperoleh dan dapat diperbaharui. Sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan
pemeliharaan struktur yang dipakai.
Penelitian tentang pembuatan Bio-Bata terus dikembangkan
Riset tentang material konstruksi
terus-menerus dikembangkan oleh ilmuan sejak abad 20. Ide tentang material
penyusun beton dari kalsium karbonat sudah ada sejak zaman romawi. Arsitektur
pada zaman tersebut menggunakan senyawa yang mengandung kalsium karbonat untuk
menguatkan kontruksi pilar-pilar gedung. Pengetahuan tersebut masih digunakan
sampai dengan saat ini.
Pada jurnal American Mineralogist
yang dipublikan pada tahun 2017 menyebutkan bahwa beton Romawi mengandung
mineral langka seperti tobermorite dan philipsite. Mineral tersebut dapat
mengkristal apabila terkena air laut atau uap air laut. Sehingga menjadikan
beton semakin seiring dengan bertambahnya usia.
Saat ini tim dari Cape Town
University belum mengembangkan Bio-Bata sampai skala produksi. Namun
pengembangan yang dilakukan masih sebatas menemukan rekomendasi yang tepat
untuk proses konstruksi di masa depan.
Pertanyaannya adalah Bagaimana
mengoptimalkan penggunaan air kencing (urine) sebagai bahan baku utama
pembuatan Bio-Bata?
(Sumber: www.liputan6.com)
EmoticonEmoticon